Beranda | Artikel
Jadi Muslim, Kenapa Takut?
Kamis, 13 Agustus 2009

Akhir-akhir ini sering kita dengar bahwa orang-orang yang dikejar-kejar oleh aparat akibat aksi terorisme adalah sosok orang-orang yang rajin ke masjid, mengenakan busana muslimah (baca: cadar), dan memakai celana/pakaian di atas mata kaki (tidak isbal) sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi. Ringkasnya, mereka yang terlibat jaringan teroris itu rata-rata adalah orang yang dianggap punya semangat beragama dan aktif dalam kegiatan agama semacam sholat berjama’ah dan pengajian.

Pembaca sekalian, semoga Allah menetapkan kita di atas kebenaran. Sebenarnya Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah agama yang indah dan sempurna. Bagaimana tidak? Islam mengajarkan kepada umatnya untuk beribadah hanya kepada satu sesembahan yang benar saja yaitu Allah Rabb yang menciptakan dan memelihara alam semesta. Sementara agama-agama yang lain menyeru manusia untuk beribadah kepada thaghut/sesembahan selain Allah, sesuatu yang sama sekali tidak menguasai walaupun hanya setipis kulit ari. Oleh karena itulah, agama segenap Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah di atas muka bumi ini adalah satu, dan itu tidak lain adalah tauhid. Allah ta’ala berfirman,

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)

Dengan demikian, menjadi seorang muslim yang benar-benar bertauhid adalah cita-cita semua orang, jika mereka benar-benar ingin meraih kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat. Kenapa demikian? Sebab tidaklah Allah ta’ala mengutus para rasul di atas muka bumi ini melainkan untuk membimbing mereka untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu Allah mengaitkan antara ketaatan kepada Allah dan rasul dengan keberuntungan dan kemenangan. Allah ta’ala berfirman,

“Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia pasti akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71)

Maka hakikat orang yang sukses itu adalah yang benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sementara, ketaatan paling agung di dalam Islam itu tidak lain adalah mewujudkan tauhid dan melenyapkan kemusyrikan dari dalam diri mereka. Dengan tauhid itulah seorang hamba akan mendapatkan karunia dari Allah berupa surga. Allah ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan sama sekali tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim/musyrik itu.” (QS. al-Ma’idah: 72)

Model Islam ‘Pengecut’
Apabila kita tengok sejarah umat Islam di masa Nabi dan para sahabat, kita dapati memang ada sebagian orang yang rajin sholat berjama’ah di masjid, namun untuk sholat-sholat tertentu saja yaitu selain sholat Subuh dan ‘Isyak. Di masa itu belum ada listrik dan penerangan seperti masa sekarang. Sehingga orang-orang yang tidak menghadiri jama’ah sholat Subuh dan ‘Isyak tidak ketahuan siapa saja, karena keadaan gelap. Mereka itu tidak lain adalah kaum munafikin, yang jasadnya bersama kaum muslimin namun hati mereka bersama orang-orang kafir. Orang-orang munafik memang memiliki ‘program’ untuk menebarkan keragu-raguan di tengah barisan umat Islam. Di antara tipu daya mereka adalah dengan menampakkan kebersamaan di satu sisi, namun di sisi lain mereka menggerogoti kekuatan kaum muslimin dari dalam. Inilah model Islam ‘pengecut’ yang mereka tawarkan.

Nah, pada jaman kita sekarang ini pun terrnyata model Islam semacam itu masih ada. Mereka yang mempropagandakan liberalisme Islam, bahwa seorang muslim itu tidak boleh fanatik kepada ajaran agamanya, seorang muslim tidak boleh menganggap orang di luar Islam sebagai orang kafir, seorang muslim harus meyakini bahwa kebenaran itu ada pada semua agama, oleh sebab itu surga –dalam persepsi mereka- itu tidak hanya dihuni oleh orang Islam saja (baca: pengikut Rasulullah), namun siapa saja berhak masuk surga asalkan mereka beriman kepada Allah (baca: meyakini adanya Allah) dan hari akhir (baca: masa depan, kata mereka). Inilah kerancuan pemahaman yang ingin mereka sebar luaskan di tengah-tengah kaum muslimin, agar kaum muslimin terlepas dari ajaran agamanya sedikit demi sedikit hingga akhirnya Islam tinggal nama. Maka -harapan mereka- seorang muslim, tak ada lagi bedanya dengan seorang penyembah berhala. Dia tidak sholat, tidak berjama’ah di masjid, tidak mengenakan jilbab, laki-lakinya tidak memelihara jenggot, meniru gaya hidup orang kafir dan menjadi manusia berwatak binatang yang cita-citanya adalah memuaskan hawa nafsu perut dan beberapa senti di bawah perut. Inilah yang mereka dambakan siang dan malam!

Saudara-saudaraku sekalian, semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita untuk menjaga agama ini dari rongrongan musuh Allah dan Rasul-Nya. Seorang muslim bukanlah sosok pengecut seperti yang mereka serukan. Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan senantiasa memberikan loyalitasnya kepada Islam dan kaum muslimin. Bukankah Allah berfirman,

“Tidak akan kamu jumpai orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, meskipun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, atau sanak keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah ditetapkan keimanan di dalam hati mereka dan Allah perkuat mereka dengan ruh/pertolongan dari-Nya…” (QS. al-Mujadilah: 22)

Maka orang yang mulia dan dihormati dalam pandangan seorang muslim adalah orang yang dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya karena iman dan amal salih mereka. Bukan semata-mata karena ucapan dan penampilan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat sebagian orang dengan sebab Kitab ini dan akan menghinakan sebagian orang dengan sebab Kitab ini pula.” (HR. Muslim).

Bukankah Allah ta’ala juga berfirman,

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. al-Hujurat: 13)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

“Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan kepada rupa-rupa kalian, tidak juga kepada harta-harta kalian, akan tetapi yang diperhatikan oleh Allah adalah hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim)

Maka orang-orang Liberal yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk menanggalkan identitas dan karakter keislaman mereka, entah itu berupa busana muslimah, kesetiaan kepada Sunnah Nabi, dan komitmen kepada tauhid, pada hakikatnya mereka sedang menyeru kaum muslimin untuk ‘nyemplung ‘ (menceburkan diri) ke dalam jurang kehinaan dan kerendahan. Sungguh akhlak yang sangat-sangat tercela! Adakah orang yang lebih pengecut daripada mereka yang mengatasnamakan intelektualisme Islam untuk memurtadkan umat Islam dari agamanya? Mereka itulah orang-orang yang rela menjual agamanya demi kenikmatan dunia yang tiada artinya di sisi Allah, seharga sayap nyamuk pun tidak!

Model Islam ‘Robin Hood’
Pembaca sekalian mungkin masih ingat sosok bernama Robin Hood yang konon katanya pahlawan pembela rakyat kecil, namun menempuh perjuangannya dengan cara mencuri alias maling. Nah, ternyata di antara kaum muslimin pun ada orang-orang yang bertindak sebagaimana si Robin Hood tokoh yang jelas tidak layak untuk diteladani. Sebagian orang yang memiliki semangat membara di dalam dadanya untuk menyelamatkan umat Islam dari penjajahan pemikiran yang dilakukan oleh barat (baca: orang kafir) beserta antek-anteknya (di antaranya adalah penganut ajaran Liberal) berusaha untuk menumpas orang-orang kafir tanpa pandang bulu.

Mereka tidak peduli, yang penting mereka ingin menghancurkan orang kafir di mana saja dan dengan cara apa saja. Dalam hal ini mereka sangat jelas tampak tidak memiliki bekal ilmu dalam menempuh perjuangannya. Maka muncullah berbagai aksi bom bunuh diri, pengeboman, pembajakan pesawat, dan pemberontakan kepada penguasa muslim yang ada, atau yang populer dengan istilah teror. Sehingga hal itu menimbulkan terjadinya kekacauan di tengah-tengah masyarakat Islam. Saling curiga pun terjadi dan rasa aman tercabut. Orang-orang -terutama para pejabat negara dan orang asing- menjadi khawatir akan keselamatan diri mereka. Padahal Islam tidak membenarkan terjadinya pertumpahan darah kecuali ada alasan yang benar seperti dalam situasi perang dengan orang kafir. Apalagi jika yang terbunuh/ikut menjadi korban itu adalah orang muslim, maka dosanya jauh lebih besar dan lebih berat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Hilangnya dunia itu lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin -tanpa hak-.” (HR. Nasa’i)

Demikian pula, membunuh orang kafir tanpa hak adalah sebuah dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa yang membunuh orang kafir yang terikat perjanjian -dengan individu atau pemerintah muslim- maka dia tidak akan mencium baunya surga. Sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Barang siapa bunuh diri dengan suatu alat/cara maka dia akan disiksa dengan cara itu pula di hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pembaca sekalian, alangkah bodohnya orang yang menganggap bahwa dakwah Islam adalah dakwah yang tidak mengenal kasih sayang. Tidakkah kita ingat bahwa tujuan dakwah Islam adalah mengentaskan umat manusia dari pemujaan kepada thaghut dan berbagai bentuk kemusyrikan yang ada? Dakwah tauhid adalah dakwah yang penuh dengan kasih sayang kepada umat manusia, bahkan kepada orang kafir sekalipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat adil dan tidak menzalimi mereka. Sebelum mengobarkan perang, maka terlebih dulu beliau memerintahkan kepada pasukannya untuk mengajak orang-orang kafir agar masuk ke dalam Islam dan memeluk ajaran tauhid yang suci ini. Kalau mereka enggan maka masih ada alternatif bagi mereka untuk tetap hidup di bawah pemerintahan Islam dengan cara membayarkan jizyah kepada pemerintah. Nabi juga melarang membunuh anak-anak dan perempuan. Maka di manakah letak keadilan ketika darah manusia sudah tidak dihargai, nyawa mereka dilenyapkan begitu saja tanpa pandang bulu, gedung-gedung diledakkan dan harta serta fasilitas publik menjadi rusak dan tidak berfungsi? Di manakah letak keadilan pada aksi teror yang menghalalkan darah orang kafir tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at? Kalau mereka ingin menegakkan keadilan dengan cara semacam itu lalu di manakah letak keadilannya? Pikirkanlah wahai orang-orang yang berakal…

Perang yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah peperangan suci yang tidak dikotori oleh kezaliman dan cara-cara kotor ala teroris. Ketika umat Islam berada dalam kondisi lemah bahkan jihad secara fisik itu tidak disyari’atkan, karena akan mendatangkan mafsadat/kerusakan yang lebih besar bagi kaum muslimin sendiri. Sebagaimana halnya ketika berada di Mekah –sebelum hijrah-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya tidak melakukan aksi-aksi militer dan penyerangan secara fisik. Mereka mencukupkan diri dengan jihad dengan ilmu, jihad dengan al-Qur’an, bukan dengan pedang dan tombak.

Dua jenis ‘tetangga’ yang berbahaya
Maka kaum muslimin sekalian –semoga Allah merahmati kami dan anda- di masa sekarang ini kita hidup di antara orang-orang yang memiliki kecenderungan kepada salah satu di antara dua model manusia di atas. Dua jenis tetangga berbahaya yang harus kita waspadai. Yang pertama, orang-orang yang menganut pemikiran liberal dan menganggap semua agama sama, orang-orang yang bercita-cita untuk melepaskan kaum muslimin dari segala karakter dan kepribadian mereka. Yang kedua, orang-orang yang terseret dalam aliran menyimpang namun berpenampilan layaknya muslim dan muslimah yang taat. Mereka ingin membela Islam namun dengan cara-cara yang tidak benar. Inilah realita umat yang kita hadapi sekarang ini.

Tidak ada jalan keluar bagi kita dalam mengatasi persoalan ini kecuali dengan mengembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih, menegakkan tauhid pada diri kita dan keluarga kita serta berpegang teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menjauhi syirik dan bid’ah yang telah merajalela di tubuh umat ini. Itulah tugas kita bersama. Belum lagi, kita masih harus bekerja ekstra keras guna membersihkan umat ini dari segala penyimpangan akhlak dan moral yang banyak menimpa generasi mudanya.

Allah ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11)

Allah ta’ala berfirman,

“Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir, hal itu lebih baik dan lebih bagus hasilnya.” (QS. an-Nisaa’: 59)

Allah ta’ala berfirman,

“Barang siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkannya terombang-ambing di dalam kesesatannya, dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, jangan kalian mengada-adakan sesuatu yang tidak ada ajarannya. Sebab kalian telah dicukupkan.”

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Tidak akan baik keadaan akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang menyebabkan baik generasi awalnya.”

al-Auza’i rahimahullah berkata, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak orang-orang yang terdahulu (para sahabat) dan jauhilah pendapat pikiran orang-orang itu meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan indah di hadapanmu.”

Apabila hari-hari ini kita bersedih dengan teror fisik yang dilakukan oleh jenis ‘tetangga’ yang ‘suka ribut-ribut dan berbau kematian’ (istilahnya Imam Samudera) maka sudah sepatutnya pula kita prihatin dengan teror pemikiran yang dilakukan oleh jenis ‘tetangga’ yang sok intelek dan dianggap sebagai reformis yang ternyata berpikiran liberal. Apabila teror yang pertama melenyapkan nyawa tak bersalah dan menelan korban yang salah jalan, maka teror yang kedua mencabut kaum muslimin dari ruh dan jiwa keberagamaan mereka. Wallahul musta’an (Allah sajalah tempat kita meminta pertolongan)

Aduhai, di manakah posisi kalian wahai kaum muslimin?


Artikel asli: http://abumushlih.com/jadi-muslim-kenapa-takut.html/